Saturday, February 23, 2008

Ketika Para Guru Dirangsang Menulis

Oleh Husni Anshori

Harian Jawa Pos bersama Dinas P dan K Jawa Timur dan sejumlah pihak sponsor menyelenggarakan program bertajuk Untukmu Guruku mulai bulan kemarin. Sebuah apresiasi untuk memberikan penghargaan kepada para tenaga pengajar yang memenuhi kategori tertentu pada tiap jenjang sekolah. Melalui program itu akan dipilih guru ideal, favorit, serta profesional se-Jatim tahun ini. Rencananya, puncak acara penobatan guru yang terpilih dilangsungkan Maret depan.

Even tahunan itu turut mengembuskan "angin surga" bagi umumnya guru yang nasibnya memang rentan terabaikan. Meski sudah bertahun-tahun mendedikasikan diri guna ikut mencerdaskan bangsa, kesejahteraan mayoritas guru belum memadahi. Seringkali hanya untuk memperoleh tunjangan yang sebenarnya kisaran nominalnya terpaut jauh dibandingkan rapelan gaji anggota dewan, guru harus melewati tahap seleksi berikut tetek-bengek-nya. Itu pun pembayaran insentif yang seharusnya telah bisa dinikmati kerap molor dari waktu yang ditentukan, bahkan masih disunat hingga batas jumlah sewajarnya.

Dari sini, akselerasi Untukmu Gurumu kali ini tentu sedikit mengobati penantian segenap guru yang sekian lama mengidamkan ceperan atau menanti pencairan duit insentif. Sebab, bagi guru yang lolos eliminasi nanti bakal membawa pulang rezeki yang cukup menggiurkan. Siapa tahu nasib sedang mujur, predikat yang diperoleh lewat kesempatan itu juga berbuah promosi pengangkatan atau kenaikan jabatan yang lebih mencerahkan. Atau sekurangnya nomine penyandang sebutan guru pilihan bakal kebanjiran job semisal menjadi narasumber seminar bertema pendidikan dan semacamnya. Semoga!

Menariknya, sepanjang gelaran ajang tersebut guru-guru juga disediakan ruang khusus untuk leluasa berpacu mencurahkan unek-unek lewat tulisan seputar masalah pendidikan, profesi keguruan, maupun praktik kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Tiap hari artikel guru dari berbagai kota/kabupaten di Jatim nongol di salah satu halaman koran ini. Entah, mungkin ribuan e-mail berisi naskah torehan pena guru yang sudah diterima panitia. Dan setiap karya pengajar yang dimuat akan berimbuh honor yang kiranya lumayan menambah isi kocek sehingga dapur tetap mengepul dan anak-anak bisa kebagian uang jajan.

Jika dicerna, senarai artikel komunitas "Oemar Bakri" yang mengemuka rerata terasa maknyus. Racikan ide di dalamnya juga begitu gres dan inspiratif dengan cita rasa ulasan yang memikat sekaligus menggedor pikiran. Tema yang diusung pun bukan semata mengenai problem realisasi pengajaran kontemporer. Namun, menawarkan pula sekeranjang progres demi kemajuan pendidikan. Sungguh beruntung pengambil kebijakan edukatif seperti Dinas P dan K Jatim, karena dengan demikian bisa menyerap serangkaian gagasan cerdas yang disuguhkan guru sebagai referensi perumusan master plan ikhtiar memajukan pendidikan yang makin kondusif mendatang. Lebih-lebih curahan pemikiran guru tersebut mencerminkan fakta dan kebutuhan solusi empiris langgam pendidikan di lapangan.

Selain itu, menyembul temuan baru yang menggembirakan. Betapa kalangan pendidik yang selama ini lebih banyak menghabiskan waktunya bergumul dalam rutinitas pembelajaran di sekolah, ternyata memendam potensi menulis yang relatif dahsyat. Kebanyakan guru yang cenderung dipandang sebelah mata alias mustahil sanggup melakoni tugas selain mengajar, telah membuktikan bahwa mereka juga mampu menoreh tulisan yang sarat makna dan faedah. Barangkali manis getir olah rasa yang dialami mereka selama berprofesi guru, rupanya mengendapkan timbunan inspirasi cemerlang, sehingga ketika diberi medium aktualisasi lantas meruahkan hikmah berharga.

Terbetik dalam benak ini, andaikan kelak setumpuk artikel guru itu bisa dibukukan semisal dengan judul Bunga Rampai Pemikiran Guru, Habis Mengajar Guruku Menulis, Kado Untukmu Guruku, atau apalah; pasti akan menambah semarak khazanah jagat perbukuan. Bukankah buku-buku karya guru sudah beredar di pasaran? Sebut saja buku Memoar One Child karya Torey Hayden, seorang guru anak-anak penderita cacat mental dan gangguan emosional parah membuatnya sukses besar. Kemudian buku Kreteg Emas Jurang Gupit karya Djayus Pete, seorang sastrawaan yang masih setia menjadi guru SD di Bojonegoro.

Lebih menarik lagi, di antara tulisan guru tak sedikit yang membahas tentang estimasi materi menulis bagi siswa. Senada dengan itu, salah seorang begawan penulis asal Surabaya, Pakdhe Suparto Brata, juga pernah mengusulkan agar pelajaran menulis tercantum dalam kurikulum sekolah beberapa saat lalu. Tentu usulan demikian merupakan titik balik kesadaran atas pentingnya mengasah bakat dan minat menulis di kalangan siswa. Kemampuan menulis peserta didik bisa jadi ruh tersendiri yang menggerakkan kemajuan pendidikan, memberikan alternatif prospek setelah tamat sekolah, dan spirit lahirnya generasi penulis di kemudian hari.

Ringkasnya, wahai para guru, janganlah pernah berhenti menulis kendati harus menanggung kegetiran. Sebab, yakinlah Sampean akan mereguk prestise dan kepuasan hidup yang lebih berkualitas daripada sekadar menunggu antrean teramat panjang bagi-bagi insentif yang habis sekali makan! (*)

* Husni Anshori, pecinta buku tinggal di Surabaya.
** Digunting dari Harian Jawa Pos Minggu, 24 Feb 2008

No comments: